Yogyakarta, dndsandyra.com – Berdasarkan Undang Undang nomor 25 tahun 2009 mengenai Pelayanan Publik, Pasal 5 ayat 2, kampus merupakan salah satu yang masuk dalam kategori ruang publik dan diatur pelayanannya, dalam hal Pelayanan, Pengaduan Masyarakat, Pengelolaan Informasi, Pengawasan Internal, Penyuluhan kepada Masyarakat, dan Pelayanan Konsultasi.
Kualitas pelayanan dapat dinilai berdasarkan lima dimensi yang mencakup bukti fisik (tangibles), reliabilitas (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Kualitas pelayanan harus dinilai dari sudut pandang penerima karena kepuasan dari sisi mahasiswa dapat dijadikan acuan sebagai perbaikan yang baik dalam meningkatkan citra perguruan tinggi ditengah masyarakat [1].
Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, perguruan tinggi dituntut untuk memberikan pelayanan administrasi dan akademik dengan baik dan berkualitas. Dalam melakukan pelayanan tersebut tentunya dibantu oleh tenaga kependidikan.
Kinerja tenaga kependidikan dalam memberikan pelayanan terhadap seluruh civitas akademik suatu perguruan tinggi dapat dipengaruhi oleh work life balance yang dimiliki tenaga kependidikan tersebut. Karyawan yang mengalami work life balance akan lebih termotivasi, produktif, dan efisien dalam bekerja sehingga dapat berhasil mencapai tujuan atau target. Sedangkan, beberapa kondisi yang menciptakan tekanan yang melibatkan beban berlebihan sehingga kurang istirahat.
Pelayanan yang dilakukan oleh bagian tata usaha berkaitan dengan banyak orang baik itu internal kampus ataupun eksternal. Interaksi tersebut terkadang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kinerja seseorang dalam memberikan pelayanan.
Pelayanan yang kurang baik juga bisa disebabkan akibat dari stres akibat banyaknya pekerjaan ataupun kondisi ruangan kerja. Padahal sebagai tenaga kepedidikan yang menjadi garda terdepan dituntut untuk memberikan pelayanan secara prima dan professional. Oleh karena itu, pentingnya bagi tenaga kependidikan untuk memiliki work life balance agar dapat mencapai tujuan tersebut
Worklife Balance
Menurut Tongam, dkk (2021), work life balance merupakan keseimbangan antara kehidupan dengan pekerjaan. Dimana seseorang yang merasakan kepuasan dengan menyeimbangkan antara perannya dalam kehidupan bekerja dan pribadi maupun keluarga (diluar pekerjaan) dengan selaras, minim konflik dan mampu mengelola berbagai tanggung jawab dan menentukan prioritas [2].
Selain itu menurut Yahya dan Laura (2020), work life balance merupakan konsep dari dukungan mengupayakan pekerja/karyawan dalam melakukan manajemen waktu antara pekerjaan serta aspek penting lainnya di dalam kehidupan mereka [3].
Sedangkan, Avira (2021) menjelaskan beberapa tolak ukur individu yang dinyatakan memiliki work life balance yaitu [3]:
- Terpenuhi urusan pribadi, keluarga dan pekerjaan
- Memiliki waktu istirahat yang cukup
- Adanya aktivitas atau kesibukan lain. Hal ini berkaitan dengan self-development atau waktu untuk mengembangkan diri. Seperti melakukan berbagai hobi; dan berolahraga
- Memiliki hubungan interpersonal. Jika seseorang belum mencapai work life balance, cenderung sulit untuk memiliki hubungan erat dengan individu lain.
Pada work life balance memiliki dua (2) dimensi work life balance sebagaimana dijelaskan oleh Fisher, et al [2]. Adapun dimensi work life balance tersebut sebagai berikut:
- Dimensi Demands
- WIPL (Work Interference With Personal Life), dimensi ini berdasarkan pada sejauh mana pekerjaan mengganggu kehidupan pribadi seseorang. Hal ini juga berkaitan dengan stres kerja pada individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya.
- PLIW (Personal Life Interference Work), dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja individu dalam bekerja.
- Dimensi Resources
- WEPL (Work Enhancement of Personal Life), dimensi ini berdasarkan pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang meningkatkan performa individu pada pekerjaannya. Dimensi ini harus berkontribusi pada pembaruan sumber daya.
Menurut Widyasari, dkk (2015) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan kehidupan kerja (work life balance ) seseorang, yaitu [2]:
- Karakteristik kepribadian, berpengaruh terhadap kehidupan pekerjaan dan di luar pekerjaan.
- Karakteristik keluarga, menjadi salah satu faktor penting yang dapat menentukan ada tidaknya konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya konflik peran dan ambiguitas peran dalam keluarga dapat mempengaruhi work life balance .
- Karakteristik pekerjaan. Meliputi pola kerja, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja dapat memicu adanya konflik baik konflik dalam pekerjaaan maupun konflik dalam kehidupan pribadi.
- Sikap. Merupakan evalusi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial. Dimana dalam sikap terdapat komponen seperti kognisi/ pengetahuan, afeksi/ perasaan-perasaan dan konasi/ kecenderungan untuk bertindak. Sikap dari masing-masing individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi work life balance.
Peran Work-life balance Terhadap Kinerja Tenaga Kependidikan
Work life balance sangat memiliki peran terhadap kinerja dan pelayanan. Pada suatu Perguruan Tinggi, tenaga kependidikan yang memiliki work life balance akan memiliki kinerja yang baik sehingga pelayanan dapat diberikan dengan baik dan berkualitas kepada dosen, mahasiswa maupun pihak eksternal. Akan tetapi, tenaga kependidikan dapat memberikan kinerja terbaiknya apabila tempatnya bekerja mendukung untuk terciptanya work life balance.
Seperti yang dijelaskan dalam teori atribusi bahwa seseorang berperilaku karena adanya dorongan faktor internal maupun eksternal. Work life balance sendiri merupakan kombinasi yang berasal dari dalam diri pegawai maupun luar dirinya yang menciptakan dorongan pegawai untuk menunjukkan kinerja terbaiknya.
Selain memiliki pengaruh terhadap kinerja, work life balance juga memiliki pengaruh terhadap stres kerja. Stres kerja dapat ditimbulkan dari lingkungan kerja yang mempengaruhi emosi seseorang, proses berpikir, dan kondisi fisik karena tidak adanya keseimbangan kehidupan kerja.
Keberadaan work life balance dalam suatu lingkungan kerja diharapkan menjadi solusi dari permasalahan stres kerja. Pengelolaan work life balance yang baik oleh tenaga kependidikan akan menurunkan stres kerja yang berasal dari pekerjaan, lingkungan kerja maupun rekan kerjanya.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memastikan dampak work life balance dan kualitas layanan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng (2021), menunjukkan bahwa work life balance secara tidak langsung mempengaruhi faktor-faktor produktivitas kerja [3].
Jika seorang karyawan telah memiliki keterampilan keseimbangan kehidupan kerja yang baik, stabilitas psikologis, dan keseimbangan waktu yang baik, karyawan tersebut dapat berbagi perannya, menjadikan individu tersebut profesional. Ini mengarah pada peningkatan hasil dan produktivitas, bahkan jika tidak terlalu tinggi dan tidak signifikan.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Surya dan Gede, menyatakan bahwa work life balance secara signifikan dapat meningkatkan kepuasan kerja [4].
Hal tersebut mengindikasikan bahwa keadaan di mana individu dapat mengatur dan membagi tanggung jawab pekerjaan dengan kehidupan keluarga dan tanggung jawab lainnya dapat meningkatkan kepuasan kerja.
Perasaan work life balance dapat membantu dan mengurangi terjadi konflik antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan. work life balance terjadi Ketika tercipta kondisi di mana individu bisa mengatur waktu dan energi yang seimbang antara pekerjaan, kebutuhan pribadi, dan kehidupan berkeluarga.
Dengan merasakan work life balance, individu dapat menjadi menjadi lebih produktif. Hal ini karena work life balance yang dirasakan dapat mendukung dan meningkatkan kepuasannya dalam melakukan pekerjaan.
Kedua penelitian tersebut, sama-sama menjelaskan bahwa work life balance sangat mempengaruh kinerja seseorang.
Pada Perguruan Tinggi, tenaga kependidikan harus didukung untuk memiliki work life balance sehingga pelayanan kepada seluruh civitas akademik dapat diberikan secara baik dan berkualitas.
Work-life balance memiliki peran penting dalam kinerja untuk memberikan suatu pelayanan. work life balance dapat memberi pengaruh postif bagi seseorang. Seseorang yang memilki work life balance akan melakukan pekerjaannya dengan kondisi emosi yang baik karena terhindar dari stres kerja. work life balance dapat dimiliki dengan bantuan dan dukungan dari lingkungan sekitar seperti lingkungan kerja dan keluarga.
Referensi
[1] | A. Along, “Kualitas Layanan Administrasi Akademik di Politeknik Negeri Pontianak,” Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, pp. 94-99, 2020. |
[2] | S. W. Harahap, “Pengaruh Work-Life Balance Terhadap Profesionalisme Melalui Mediasi Kepuasan Kerja pada Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan,” Thesis Program Studi Magister Psikologi Universitas Medan Area, 2023. |
[3] | R. A. S. Wibowo and S. Siregar, “Peran Work From Home Dan Work Life Balance Terhadap Produktivitas Kerja,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, pp. 75 – 81, 2022. |
[4] | I. B. Surya and R. I. Gede, “Peran Kepuasan Kerja Memediasi Work Life Balancedengan Komitmen Organisasional Generasi Milenial Pada Hotel Non-Bintang,” Jurnal Sosial Ekonomi dan Humaniora, pp. 1-6, 2023. |
[5] | N. Nafriana, “Pengaruh Work Life Balance Terhadap Kinerja Pegawai Biro Umum Kantor Gubernur Provinsi Riau,” Skripsi Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 2021. |
[6] | A. F. Asari, “Pengaruh Work-life Balance Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Pada Karyawan BPJS Ketenagakerjaan,” Jurnal Ilmu Manajemen, 2022. |
[7] | M. Rizan, F. C. Hanoum and A. Kresnamukti, “Peran Work-Life Balance Dan Stress Kerja Dalam Menciptakan Kepuasan Kerja Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Pelayanan Yang Diberikan Oleh Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Di Karawang,” Jurnal Riset ManajemenSains Indonesia, 2022. |
Source : dndsandyra.com
Kontributor : Hana Trioktaviyanti
Editor : DnD