Malioboro Jogja Saat Senja

Pesona Malioboro Yogyakarta

Yogyakarta, dndsandyra.com – Yogyakarta menyimpan berbagai pesona wisata, salah satunya adalah Jalan Malioboro.

Malioboro merupakan salah satu kawasan atau nama jalan terpopuler di Yogyakarta serta pusat kegiatan komersial, budaya, dan sosial sehingga menjadikannya salah satu destinasi wisata utama wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.

Jalan yang memiliki panjang sekitar 2,5 kilometer ini bisa disandingkan dengan destinasi wisata serupa seperti Kawasan Kota Tua di Jakarta dan Jalan Braga di Bandung.

Jalan Malioboro membentang dari utara ke selatan, dengan jalan yang mengarah ke penjuru mata angin serta berpotongan tegak lurus. Pola ini diperkuat dengan adanya “poros imajiner” dengan kraton sebagai titik tengahnya.

Jalan Malioboro berada di lokasi yang sangat strategis dekat dengan tempat wisata lainnya seperti Stasiun Tugu, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Dikutip dari laman resmi Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Jalan Malioboro didirikan bertepatan dengan pembangunan Keraton Yogyakarta.

Sejarawan Peter Carey mengutip dari O.W. Tichelaar menuturkan, nama Malioboro berasal dari bahasa Sansekerta malyhabara yang bermakna karangan bunga.

Hal ini mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka Jalan Malioboro akan dipenuhi bunga.

Terdapat pendapat lain bahwa kata “malioboro” juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough, gelar Jenderal John Churchiil dari Inggris.

Namun, pendapat ini disanggah dengan adanya bukti sejarah bahwa Jalan Malioboro sudah ada sejak berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat.

Malioboro diartikan sebagai perjalanan menjadi wali (mali) dan ‘oboro’ yang berarti mengembara. Secara singkat, kawasan ini terdiri dari dua nama jalan utama yakni Margo Mulyo dan Margo Utomo, yang merupakan bagian dari konsep Sangkan Paraning Dumadi, perjalanan manusia sejak lahir hingga kembali kepada Sang Pencipta.

Sangkan Paraning Dumadi memiliki simpul utama yakni Panggung Krapyak – Keraton Yogyakarta – Tugu Jogja.

Panggung Krapyak ke Keraton melambangkan Sangkaning Dumadi, atau perjalanan manusia sejak lahir, dewasa, hingga memiliki anak atau keluarga. Sementara Tugu menuju Keraton yang melalui Malioboro, melambangkan perjalanan manusia menuju akhir hayatnya. Konsep ajaran Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I) ini telah ada sejak awal berdirinya Kesultanan Yogyakarta (1755).

Malioboro dulunya berfungsi sebagai Rajamarga atau jalan kerajaan, digunakan untuk kegiatan seremonial ataupun menjamu tamu negara. Selain itu, kawasan Malioboro juga memiliki Kepatihan sebagai pusat pemerintahan dan Pasar Gede sebagai pusat perekonomian.

Waktu terbaik bagi Anda yang ingin berkunjung ke Malioboro sekitar pukul 09.00 – 22.00 WIB saat pusat perbelanjaan dan pedagang kaki lima (PKL) mulai beroperasi, walau sebenarnya Anda dapat mengakses Malioboro selama 24 jam.

Fasilitas di sepanjang Jalan Malioboro bisa dikatakan sangat lengkap, Anda bisa menemui pusat perbelanjaan, PKL serta tempat makan di Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2, pusat informasi, mushola, toilet serta area parkir untuk bus, mobil, sepeda motor dan sepeda.

Jika Anda ingin mengunjungi Jalan Malioboro, Anda bisa berjalan sekitar 200 meter ke arah selatan Stasiun Tugu.

Sedangkan jika Anda dari Monumen Tugu Yogyakarta, Anda bisa berjalan ke arah selatan melewati Jl. Margo Utomo (Jl. Mangkubumi). Ikuti jalur tersebut hingga melewati lampu merah Jembatan Kewek dan Hotel Inna Garuda.

Source : dndsandyra.com
Penulis & Editor : Haya Azzura Rassya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *